Kamis, 22 Desember 2011

IDENTIFIKASI CACING PARASIT PADA TIKUS GOT (Rattus norvegicus) DI SEKITAR KAMPUS UNNES


IDENTIFIKASI CACING PARASIT PADA TIKUS GOT (Rattus norvegicus) DI SEKITAR KAMPUS UNNES


Tugas Penelitian Parasitologi

unnestrans.gif

disusun oleh :
Agus Ernawati 4411409006
Lili yuliati 4411409005


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2011
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang

Tikus merupakan binatang pengerat yang merugikan. Tikus merusak dan menghabiskan makanan,tanaman,barang dan bahan bangunan. Binatang pengerat ini lebih suka pada tempat-tempat yang gelap,lingkungan yang kotor, dan tempat yang terdapat bahan makanan. Binatang ini juga senang bersarang dengan membuat terowongan didaerah pemukiman manusia. Dengan demikian pindahnya penyakit yang dibawa tikus ke manusia cukup besar.
Ditinjau dari sudut kesehatan masyarakat, tikus sangat berbahaya karena dapat menularkan beberapa macam penyakit seperti pes, salmonelosis, murine typhus, scrub typhus, arbovirosis dan beberapa penyakit menular lainnya. Penyakit tersebut dapat ditularkan kepada manusia melalui serangga atau tungau sebagai vektor. Beberapa jenis parasit yang hidup di dalam tubuh tikus ternyata ditemukan pula pada manusia, misalnya Angiostrongylus cantonensis, cacing ini berbahaya bagi manusia karena dapat bermigrasi dari paru-paru ke otak yang dapat menyebabkan meningoensefalitis eosinofilik (Wiroreno, 1978; Suyanto et al., 1984). Cacing parasit Raillietina sp menyebabkan diare dan hilangnya nafsu makan pada penderita. Selain itu cacing Hymenolepis nana menyebabkan penyakit himenolepiasis dengan gejala sakit perut dengan atau tanpa diare, muntah, sukar tidur, dan pusing-pusing.










1.2    Perumusan masalah
Dari latar belakang diatas dapat  di buat perumusan masalah sebagai berikut:
Jenis cacing parasit apa yang terdapat pada tikus got (Rattus norvegicus)?

1.3    Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis cacing parasit pada tikus got (Rattus norvegicus ) yang tertangkap di sekitar kampus Universitas Negeri Semarang.


1.4    Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :
1.      Memberikan informasi kepada masyarakat tentang adanya cacing parasit pada tikus got (Rattus norvegicus) di sekitar kampus Universitas Negeri Semarang.
2.      Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya tentang adanya cacing parasit pada tikus got (Rattus norvegicus) di sekitar kampus Universitas Negeri Semarang.















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rodent ( Tikus )
    
Tikus adalah binatang yang termasuk dalam ordo rodentia, sub ordo myormorpa, famili muridae. Famili muridae ini merupakan famili yang dominan dari ordo rodentia karena memiliki daya reproduksi yang tinggi, pemakan segala macam makanan (omnivorous) dan mudah untuk beradaptasi dengan lingkungan yang diciptakan manusia. Jenis tikus yang sering dilakukan di habitat rumah dan ladang adalah jenis rattus norvegicus.
Klasifikasi tikus rattus norvegicus menurut Ristiyanto,(2004) :
Dunia       : Animalia
Filum        : Cordata
Class         : Mamalia
Ordo         : Rodentia
Famili       : Muridae
Genus       : Rattus
Spesies     : Rattus norvegicus
Habitat tikus kebanyakan hidup di sela-sela dinding dapur, rumah, gudang, pasar, selokan dan lain-lain. Tikus got (Rattus norvegicus ) mempunyai panjang ujung kepala sampai ekor 300-400 mm, panjang ekornya 170-230 mm. Warna rambut badan atas coklat kelabu, rambut bagian perut kelabu.
Hubungan tikus dengan kehidupan manusia
Tikus dapat menimbulkan permasalahan dalam kehidupan manusia sehari-hari baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun gangguan dan kerugian yang diakibatkan oleh tikus antara lain :
a.       Menimbulkan masalah kesehatan
Tikus berperan sebagai tuan rumah perantara untuk beberapa jenis penyakit yang dikenal sebagai rodent Borne disease antara lain penyakit pes, leptospirosis murine typhus, scrub typhus,ratbite fever.Sebagai contoh Salmononellosis
Salmonellosis merupakan penyakit infeksi pada manusia atau binatang yang disebabkan oleh bakteri salmonella typhimurium dan dikenal dengan infeksi keracunan makanan. Salmonellosis pada manusia adalah khas dengan gastroenteritis yang akut, sakit perut, diare, pusing, muntah-muntah dan demam serta dehidrasi terutama pada bayi. Tikus dapat menyebabkan infeksi pada manusia melalui kotoran atau urin yang mengkontaminasi makanan.
b.      Menimbulkan kerusakan pada perabot rumah tangga
Tikus merupakan binatanag pengerat biasa mengasah giginya dengan menggigit benda-benda yang keras seperti almari, jendela, pintu dan lain sebagainya. Selain itu juga sering merusak barang-barang lainnya seperti buku, pakaian dan perabot lainnya.
Siklus hidup tikus
Tikus muda akan mencapai kematangan seksual setelah empat bulan. Rata-rata tikus rumah betina dapat beranak tiga sampai enam kali atau lebih dalam satu tahun.Rata-rata tikus tidak mampu hidup lebih dai 12 bulan, bahkan beberapa ahli mengatakan lama hidupnya selama enam bulan, (Mukono,2000).
2.2  Jenis cacing parasit pada tikus
2.2.1        Nematoda
Ciri umum:
1.   mempunyai saluran pencernaan dan rongga badan, rongga badan tersebut dilapisi oleh selaput seluler sehingga disebut SPEUDOSEL atau  PSEDOSELOMA.
2.   Potongan melintangnya berbentuk bulat, tidak bersegmen dan ditutupi oleh kutikula yang disekresi oleh lapisan hipodermis (lapisan sel yang ada dibawahnya).

Struktur anatomi :
Sistem integumen, permukaan luar tubuh cacing diselubungi oleh kutikula yang merupakan ikatan paling sedikit tersusun oleh 5 macam protein dan dapat dibedakan menjadi 3 lapis mulai dari permukaan secara berturutan adalah sebagai berikut : korteks, matriks dan basal. Dibawah integumen adalah hipodermis dan lapisan otot.
Sistem digesti, dimulai dari mulut pada ujung anterior tubuh yang dikelilingi oleh bibir, stoma atau rongga bukal/mulut (tidak selalu ada), esofagus, katup esofagointestina, intestinum atau mesonteron, sekum (ada/tidak), rektum (cacing betina) dan kloaka (cacing jantan) dan anus.
Sistem saraf, sejumlah ganglia dan syaraf membentuk cincin yang mengelilingi ismus esofagus, dari cincin syaraf tersebut keluar 6 batang syaraf menuju ke anterior dan 4 ke posterior.
Sistem reproduksi, jenis kelamin kebanyakan nematoda adalah terpisah (uniseksual). Pada cacing jantan terdiri dari satu atau kadang-kadang dua testis tubuler.
Siklus hidup cacing nematoda secara umum dapat dibagi menjadi dua: Secara langsung contohnya Ancylostoma sp., Ascaris sp., Trichuris sp. Dan secara tak langsung contohnya Thelazia sp.
a.       Ascaris lumbricoides
Ascaris merupakan jenis cacing gilig yang besar berbentuk bulat dan panjang. Ekor cacing jantan berbentuk kerucut, tanpa sayap kaudal tetapi terdapat sejumlah papilla, memiliki tiga buah bibir pada bagian mulutnya. Dua buah bibirnya terletak pada bagian dorsal.
Siklus hidup
Dalam perkembangannya, melalui dua fase perkembangan yakni fase eksternal (diluar tubuh ternak) dan fase internal ( di dalam tubuh ternak).
Fase eksternal : dimulai sejak telur cacing Ascaris dikeluarkan bersama dengan feses dari dalam tubuh ternak penderita saat defikasi. Di alam luar, pada kondisi lingkungan yang menunjang, telur akan berkembang sehingga didalam telur terbentuk larva stadium I. Bila kondisi tetap menunjang, larva stadium I akan berubah menjadi larva stadium II yang bersifat infeksius (telur infektif) dan siap menulari ternak babi apabila telur tertelan.
Fase internal dimulai saat telur yang infektif tertelan oleh hospes definitife
b.      Enterobius vermicularis
Berukuran kecil, ekor memiliki 2 pasang papila besar dan beberapa papilla kecil. Cacing betina muda berwarna hampir putih, agak melengkung dan memiliki ekor pendek dengan ujung membulat runcing.


Siklus hidup
Cacing betina dan betina muda hidup di caecum dan colon crasum. Setelah pembuahan, betina yang dewasa mengembara ke rectum dan merayap ke luar melalui anus.
c.       Trichinella spiralis
Morfologi
Cacing dewasa kecil , tetapi sering muncul dalam jumlah besar, larva cacing menyebabkan efek yang serius dengan mengkista pada urat daging. Cacing betina panjangnya 1,4 –1,6 mm dan jantan 3-4 mm, ukuran telur 40 x 30 mikron, telur akan menetas dalam uterus cacing betina (viviparosa).
                    Siklus hidup 
Apabila kista yang infektif termakan oleh induk semang, maka daging yang mengandung kista tercerna oleh pengaruh enzim pencernaan dan larva cacing akan terbebas. Larva akan masuk kedalam usus halus dan menjadi dewasa kelamin.. kemudian cacing jantan dan betina kawin , setelah kawin dacacing jantan segera mati. Cacing betina akan menembus kedalam mukosa usus melalui glandula liberkhun kedalam ruang limfe, disini cacing betina bertelur dan menetas didalam saluran uterus dari cacing.
d.      Strongyloides stercoralis
Merupakan cacing benang yang hidup bebas di alam dan bersifat parasitic didalam intestinum vertebrata.
Siklus hidup
Betina terbenam di dalam mukosa usus halus. telur ini menetas didalam tinja dan larva stadium I dijumpai didalam tinja). Larva stadium I dapat berkembang langsung menjadi larva stadium 3 yang infektif (siklus Homogenik), atau berkembang menjadi bentuk jantan dan betina bebas yang akan dapat memproduksi larva infektif (siklus heterogenik). Bila kondisi lingkungan menunjang siklus heterogenik yang dominant dan bila tidak menunjang siklus homogenik yang dominant.




BAB III
METODE PENELITIAN
3.1  Jenis rancangan penelitian
Merupakan penelitian eksperimental laboratorium.
3.2  Populasi dan Sampel
3.2.1        Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah tiga  tikus got (Rattus norvegicus) disekitar kampus Universitas Negeri Semarang. Waktu penelitian dilakukan pada tanggal 19  Desember 2011.
3.2.2        Sampel
Sampel yang digunakan satu tikus got (Rattus norvegicus) yang ditemukan disekitar Kampus universitas Negeri Semarang.
3.3  Variabel penelitian
1.      Variabel utama
Variabel utama dalam penelitian ini adalah tikus got (Rattus norvegicus) yang ditemukan disekitar kampus universitas Negeri Semarang.
2.      Variabel pendukung
Jenis tikus dan  kondisi lingkungan .
3.4  Alat dan Bahan
3.4.1        Alat
1.      Mikroskop
2.      Seperangkat alat bedah
3.      Bak plastic
4.      Botol flakon
5.      Gelas benda
6.      Jebakan tikus


3.4.2        Bahan
1.      Tikus got (Rattus norvegicus)
2.      Alkohol 70%
3.      Klorofom
4.      Kapas
3.5   Cara Kerja








Tikus dibedah mulai dari anus ke atas sampai dada sehingga rongga badan dapat di amati

 





Organ dalam meliputi hati, ginjal, paru-paru dan organ pencernaan diambil kemudian ditempatkan dalam cawan petri secara terpisah untuk diteliti ada tidaknya cacing parasit.

 





Cacing yang diperoleh direndam dalam larutan campuran alkohol 70% dengan gliserin,sampai kutikulanya terlihat transparan bila dilihat dengan mikroskop

 





Identifikasi setiap jenis cacing yang ditemukan
 
 



















BAB IV
PEMBAHASAN
Dari hasil pembedahan tikus yang dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan pada tanggal 7 Desember 2011 di dapat jenis cacing nematoda spesies Ascaris Lumbricoides dan Enterobius vermicularis.
1.      Ascaris Lumbricoides
Filum : Nematoda
Ordo  : Ascaridida
Famili :Ascarididae
Class: secernentea
Genus : Ascaris
Spesies : Ascaris lumbricoides

Morfologi Ascaris lumbricoides
Dari hasil penelitian dengan membedah tikus Rattus norvegicus yang dilihat dibawah dibawah mikroskop dengan perbesaran 4x10 tampak terlihat ciri-ciri cacing berwarna putih ukuran tubuh 1-10mm berbentuk silinder, jantan lebih panjang dibanding betina. Cacing ini banyak ditemukan di usus halus dan usus besar tikus. Hal ini disebabkan habitat cacing jenis ini berada diusus karena diusus merupakan tempat makanan bagi cacing jenis Ascaris lumbricoides untuk dapat mempertahankan hidupnya yaitu dengan menyerap sari-sari makanan pada usus inangnya.
Siklus hidup
Siklus hidup parasit “Ascaris lumbricoides “dimulai dari cacing dewasa yang bertelur dalam usus halus dan telurnya keluar melalui tinja lewat anus (1), sehingga tahap ini disebut juga dengan fase diagnosis, dimana telurnya mudah ditemukan. Kemudian telur yang keluar bersama tinja akan berkembang di tanah tempat tinja tadi dikeluarkan (2) dan mengalami pematangan (3). Selanjutnya setelah telur matang di sebut fase infektif, yaitu tahap dimana telur mudah tertelan (4). Telur yang tertelan akan menetas di usus halus (5). Setelah menetas, larva akan berpindah ke dinding usus halus dan dibawa oleh pembuluh getah bening serta aliran darah ke paru-paru (6). Di dalam paru-paru, larva masuk ke dalam kantung udara (alveoli), naik ke saluran pernafasan dan akhirnya tertelan (7). Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Mulai dari telur matang yang tertelan sampai menjadi cacing dewasa membutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan

Gambar. Ascaris lumricoides perbesaran 4x10
Penularan ascariasis pada tikus sama halnya pada manusia dapat dilihat dari siklus hidup cacing: telur dikeluarkan melalui tinja dalam lingkungan yang sesuai akan berkembang menjadi embrio dan menjadi larva yang infektif dalam telur. telur tertelan oleh manusia dalam usus larva akan menetas larva keluar dan menembus dinding usus halus menuju sistem peredaran darah larva menuju ke paru trakea, faring, dan tertelan masuk ke esofagus hingga ke usus halus menjadi dewasa di usus halus. (Siklus hidup cacing belangsung selama 65-70 hari).


2.      Enterobius vermicularis
Klasifikasi Enterobius vermicularis
Filum   :  Nematoda
Kelas   :  Phasmidia 
Ordo    :  Rabditida                 
Famili  :  Oxuridae
Genus  :  Enterobius
Spesies:  Enterobius vermicularis






Morfologi Enterobius vermicularis
Gambar. Enterobius vermicularis perbesaran 40x10
Hasil yang didapat dari pembedahan tubuh tikus Rattus norvegicus yang dilihat dibawah mikroskop dengan perbesaran 40 x10 terlihat cacing parasit dengan ukuran tubuh kecil yaitu 1-3 mm, warna tubuh putih banyak ditemukan di usus halus dan rectum tikus. Pada ujung posterior jantan melingkar ke ventral, Pada ujung posterior betina ekor berbentuk lurus dan runcing. Dari ciri-ciri tersebut diduga bahwa cacing parasit ini tergolongan jenis Enterobius vermicularis dari filum nematoda.








BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :
1.      Cacing parasit yang banyak menginfeksi Rattus norvegicus adalah jenis Ascaris lumbricoides dan Enterobius vermicularis.
2.      Cacing Ascaris lumbricoides banyak ditemukan di usus tikus Rattus norvegicus
3.      Cacing Enterobius  vermicularis banyak ditemukan di cekum Rattus norvegicus
5.2 Saran
1.      Sebaiknya perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang cacing parasit khususnya pada Rattus norvegicus.
5.3 Daftar pustaka
Gandahusada,S, Herry,H dan P,Wita. 2004. Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Gaya Baru.
Desember 2011).

IDENTIFIKASI PARASIT PADA LELE ( Clarias sp. )



IDENTIFIKASI PARASIT PADA LELE ( Clarias sp. )

Laporan Penelitian

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Parasitologi



Oleh
Febrian Ahmad Nurudin             4411409021
Sekar Maya M. W                       4411409023





JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2011

Identifikasi Parasit pada Lele (Clarias sp)
1.      PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang Masalah
Lele saat ini merupakan hewan budidaya yang banyak diamati oleh masyarakat. Selain itu lele mempunyai kandungan protein tinggi menjadikan lele hewan konsumsi yang banyak dibeli, menyebabkan budidaya lele memiliki keuntungan yang tinggi. Akan tetapi aktivitas budidaya ikan menyebabkan upaya manipulasi dan modifikasi baik terhadap lingkungan, bio-reproduksi, kepadatan, manajemen pakan dan lain-lain. Kondisi tersebut menimbulkan tekanan (stress) terhadap komoditas yang dibudidayakan sehingga rentan terhadap penyakit baik infeksius maupun non infeksius. Munculnya penyakit tersebut merupakan resiko biologis yang harus diantisipasi.
Dalam akuakultur atau budidaya perairan, kesehatan lingkungan tempat pemeliharaan ikan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan. Unsur kesehatan lingkungan perairan yang dimaksud adalah terjadinya perkembangan polusi dan penyakit. Pada kegiatan budidaya sistem tertutup, lingkungan perairan yang terpolusi dan berpenyakit akan menyebabkan kematian ikan secara missal dalam waktu yang singkat.
Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang harus dihadapi dalam pengembangan usaha budidaya ikan. Kerugian yang diakibatkan oleh penyakit ikan selain dapat mematikan ikan juga dapat menurunkan mutu dari ikan itu sendiri. Kematian yang ditimbulkan oleh penyakit ikan sangat tergantung pada jenis penyakit ikan yang menyerang, kondisi ikan dan kondisi lingkungan Menurut penyebabnya, penyakit ikan dibedakan atas penyakit infeksi (infectious diseases) dan non infeksi (non infectious diseases). Penyakit infeksi disebabkan oleh jasad parasitik, bakteri, jamur dan virus. Penyakit parasiter yaitu penyakit akibat infeksi jasad parasitik seperti golongan protozoa maupun metazoa. Protozoa yang sering ditemukan sebagai organisme parasitik meliputi sporozoa, ciliata dan flagellate, sedangkan metazoa meliputi: crustacea, isopoda dan helminth (cacing). Jasad parasiter tersebut dapat menginfeksi ikan air tawar maupun ikan laut (Taukhid, 2006).
Dengan penelitian identifikasi parasi ikan lele diharapkan member pengetahuan kepada masyarakat, sehingga mampu mengenali jenis parasit serta pencegahan dan pengobatannya.

1.2     Perumusan Masalah
1.      Apa saja jenis-jenis parasit pada lele dan ciri-ciri parasit tersebut?
2.      Bagaimana gejala-gejala yang timbul akibat infeksi parasit pada ikan lele (Clarias sp)?

1.3  Tujuan
Tujuan dalam penelitian ini adalah :
1.    Mengetahui jenis-jenis parasit yang menginfeksi ikan lele (Clarias sp).
2.    Dapat mengetahui gejala-gejala yang timbul akibat infeksi parasit pada ikan lele (Clarias sp)

1.4   Manfaat
Dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang jenis-jenis parasit pada ikan lele dan gejala ikan yang terinfeksi oleh parasit tersebut.

2.      TINJAUAN PUSTAKA
2.1.  Klasifikasi lele
Secara ilmiah lele terdiri dari banyak sepesies. Sehingga tidak mengherankan pula apabila lele di nusantara mempunyai banyak nama daerah. Ikan-ikan marga Claries ini dikenali dari tubuhnya yang licin memanjang tak bersisik, dengan sirip punggung dan sirip anus yang juga panjang, yang kadang menyatu dengan sirip ekor. Ikan lele bersifat natural, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada malam hari. Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung ditempat-tempat gelap. Hal ini dikarenakan kulitnya yang licin dan tidak bersisik tidak bisa terkena panas matahari yang berlebihan. Lele dibagi menjadi dua yaitu lele local dan lele dumbo. Lele dumbo memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan lele lokal.

Klasifikasi ikan lele
Kerajaan    : Animalia
Filum         : Chordata
Kelas         : Actinopterygii
Ordo          : Siluriformes
Famili        : Clariidae
Genus        : Clarias sp
(Yusuf, 2006 : 3 – 4)

2.2.  Morfologi Ikan Lele
Ikan lele merupakan jenis ikan air tawar yang mudah ditemukan dimana saja di daerah tropis. Ikan lele tubuhnya licin dan tidak bersisik, dengan sirip dan sirip anus yang juga panjang, yang terkadang menyatu dengan sirip ekor, menjadikannya nampak seperti sidat yang pendek. Kepalanya keras menulang dibagian atas, dengan mata yang kecil dan mulut yang lebar yang terletak diujung moncong, dilengkapi dengan empat pasang sungut peraba yang amat berguna untuk bergerak di air yang gelap, lele memiliki alat pernafasan berupa insang. Pada umumnya, insang tertutup atau terlindungi oleh tutup insang (operkulum). Insang berwarna merah karena banyak mengandung pembuluh darah. Pada insang inilah oksigen diserap dari air dan karbon dioksida dibebaskan ke air. Lele memiliki sepasang patil, yakni duri tulang yang tajam, pada sirip-sirip dadanya. Lele berkembang biak dengan telur, pembuahan terjadi diluar tubuh induknya atau didalam air (pembiakan eksternal). Pada sisi tubuh terdapat gurat sisi yang memanjang dari belakang tutup insang sampai ekor. Gurat sisi berfungsi untuk mengetahui tekanan air.
Pada ikan lele di Indonesia dikenal adanya 3 variasi warna tubuhnya, ialah :
o   Hitam agak kelabu (gelap), ini yang paling umum
o   Bulai (putih), dan
o   Merah
Biasanya lele yang berwarna putih dan merah dipelihara sebagai ikan hias. Ikan lele juga memiliki labirin yang membantu dalam proses pernafasan ketika berada di daerah yang berlumpur. Habitat atau lingkungan hidup ikan lele ialah semua perairan air tawar, di sungai yang airnya tidak terlalu deras atau perairan yang tenang seperti danau, waduk, telaga, rawa serta genangan-genangan kecil. Kolam juga merupakan lingkungan hidup ikan lele.

2.3.   Sifat Biologis (Tingkah Laku)
Selain sosoknya yang berbeda, lele lokal dan lele dumbo ternyata juga memiliki perilaku yang berlainan. Perilaku yang boleh dibilang sama hanyalah sifat aktifnya pada malam hari. Sifat-sifat lele lokal diantaranya ; gerakannya tidak terlalu agresif, patilnya mengandung racun, warna kulitnya berubah menjadi hitam jika terkejut atau stres, dan dapat membuat lubang di kolam atau pematang. Sebaliknya perilaku lele dumbo diantaranya ; gerakanya lele dumbo lebih agresif, patilnya tidak beracun, warnanya berubah menjadi bercak-bercak hitam/putih jika stress dan tidak merusak pematang.

2.4.   Parasit pada Ikan Lele
Parasit adalah merupakan organisme yang hidup pada organisme lain yang mengambil makanan dari tubuh organisme tersebut, sehingga organisme yang tempatnya makan (inang) akan mengalami kerugian. Parasitisme adalah hubungan dengan salah satu spesies parasit dimana inangnya sebagai habitat dan merupakan tempat untuk memperoleh makanan atau nutrisi, tubuh inang adalah lingkungan utama dari parasit sedangkan lingkungan sekitarnya merupakan lingkungan keduanya (Kabata, 1985).
Penyakit pada ikan didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat mengganggu proses kehidupan ikan, sehingga pertumbuhan menjadi tidak normal. Secara umum penyakit dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu penyakit infeksi dan non infeksi. Penyakit infeksi disebabkan oleh organisme hidup seperti parasit, jamur, bakteri, dan virus dan penyakit non infeksi disebabkan oleh faktor non hidup seperti pakan, lingkungan, keturunan dan penanganan (Afrianto dan Liviawaty, 2003).



2.2.1.Penyakit Infeksius.
2.2.1.1.Parasit
Penyakit yang disebabkan oleh parasit secara umum jarang mengakibatkan penyakit yang sporadis. Tetapi untuk intesitas penyerangan yang sangat tinggi dan areal yang terbatas dapat berakibat sporadis. Akibat dari penyakit yang disebabkan oleh parasit secara ekonomis cukup merugikan yaitu dapat menyebabkan kematian, menurunkan bobot, bentuk serta ketahanan tubuh ikan sehingga dapat dimanfaatkan sebagai jalan masuk bagi infeksi sekunder oleh patogen lain seperti jamur, bakteri dan virus.
Penyakit yang disebabkan oleh parasit ini terdiri dari protozoa dan metazoa. Protozoa bersifat parasitik terhadap ikan dan jumlahnya lebih dari 2000 jenis. Salah satu jenis protozoa ang paling sering menjadi kendala dalam budidaya ikan adalah Ichthyophthirius multifiliis atau ich (penyakit bintik putih). Sifat serangannya sangat sporadis dan kematian yang diakibatkannya dapat mencapai 100 persen populasi dalam tempo yang relatif singkat.
Secara umum gejala ikan yang terserang protozoa adalah:
-       ikan tampak pucat
-       nafsu makan kurang
-       gerakan lambat dan sering menggososk-gosokkan tubuhnya ada dinding kolam
-       pada infeksi lanjut ikan megap-megap dan meloncat-loncat ke permukaan air untuk mengambil oksigen
-       adanya bercak-bercak putih pada permukaan tubuh ikan.
Parasit dari golongan metazoa antara lain Monogenetic trematod (golongan cacing), cestoda, nematoda, Cepopoda (Argulus sp, Lernaea sp dan golongan Isopoda. Organ yang menjadi target serangan parasit ini adalah insang. Penularan terjadi secara horisontal terutama pada saat cacing dalam fase berenang bebas yang sangat infektif. Secara umum gejala dari serangan metazoa adalah:
-       ikan tampak lemah
-       tidak nafsu makan
-       pertumbuhan lambat tingkah laku dan berenang tidak normal disertai produksi lendir yang berlebihan
-       ikan sering terlihat berkumpul disekitar air masuk karena kualitas dan kadar oksigen lebih tinggi
-       insang tampak pucat dan membengkak sehingga overculum terbuka
-       ikan sulit bernafas seperti gejala kekurangan oksigen
-       peradangan pada kulit akan mengakibatkan ikan menggoso-gosok badannya pada benda sekitar
-       badan kemerahan disekitar lokasi penempelan parasit
-       pada infeksi berat parasit ini kadang dapat terlihat dengan mata telanjang pada permukaan kulit ikan.

2.2.1.2 Jamur
Jenis penyakit yang disebabkan oleh jamur bersifat infeksi sekunder. Semua jenis ikan air tawar termasuk telurnya rentan terhadap infeksi jamur. Jenis jamur yang sering menjadi kendala adalah dari famili saprolegniaceae. Beberapa faktor yang sering memicu terjadinya infeksi jamur adalah penanganan yang kurang baik (transportasi) sehingga menimbulkan luka pada tubuh ikan, kekurangan gizi, suhu dan oksigen terlarut yang rendah, bahan organik tinggi, kulaitas telur buruk/tidak terbuahi dan padatnya telur pada kakaban. Penyakit ini menular terutama melalui spora di air. Gejala-gejalanya dapat dilihat secara klinis adanya benang-benang halus menyerupai kapas yang menempel pada telur atau luka pada bagian eksternal ikan.



2.2.1.3Bakteri
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri adalah penyakit yang paling banyak menyebabkan kegagalan pada budidaya ikan air tawar. Penyakit akibat infeksi bakterial masih sering terjadi dengan intensitas yang variatif. Umumnya pembudidaya masih mengandalakan antibiotik sebagai ” magic bullet” untuk melawan penyakit bakterial. Jenis penyakit yang disebabkan oleh bakteri antara lain adalah penyakit merah yang disebabkan oleh bakteri garam negatif (Aeromonas hydrophila), penyakit columnaris atau luka kulit, sirip dan insang yang disebabkan oleh infeksi bakteri Flavobacterium columnare, penyakit tubercolosis yang tergolong sangat kronis disebabkan oleh bakteri gram positif Mycobacterium spp. dan penyakit Streptococciasis yang disebabkan oleh bakteri gram positif Streptococcus spp.

2.2.1.4 Virus
Patogen virus juga menyebabkan penyakit pada budidaya ikan air tawar. Belum banyak diketahui penyakit yang disebabkan oleh virus di Indonesia kecuali penyakit Lymphocystis dan Koi Hervesvirus (KHV). Infeksi lymphoccystis hanya bersifat kronis dan bila menyerang ikan hias akan mengalami kerugian yang
berarti karena merusak keindahan ikan.Sampai saat ini KHV merupakan penyakit yang paling serius dan sporadis terutama untuk komoditi ikan mas dan koi.

2.2.2 Penyakit Non-Infeksi
2.2.2.1. Penyakit akibat lingkungan
Faktor lingkungan dalam kegiatan budidaya ikan air tawar mempunyai pengaruh yang sangat tinggi. Lingkungan juga dapat mendatangkan penyakit dari kegiatan budidaya air tawar. Pengaruh dari penyakit yang diakibatkan oleh faktor lingkungan sering mengakibatkan kerugian yang serius karena kematian yang berlangsung sangat cepat dan tiba-tiba dan mematikan seluruh populasi ikan. Penyebabnya misalnya ada upwelling, keracunan akibat peledakan populasi plankton, keracunan pestisida/limbah industri, bahan kimia dan lainnya. Faktor lingkungan yang buruk akan menyebabkan ikan menjadi :
·      Tercekik, yaitu kekurangan oksigen yang umumnya terjadi menjelang pagi hari pada perairan yang punya populasi phytoplankton tinggi.
·      Keracunan nitrit, yang sering disebut penyakit darah cokelat karena disebabkan oleh konsentrasi nitrit yang tinggi di dalam air yang berasal dari hasil metabolisma ikan.
·      Keracunan amonia, terjadi hampir sama dengan nitrit tetapi pada umunya karena pengaruh pemberian pakan yang berlebihan atau bahan organik, sedangkan populasi bakteri pengurai tidak mencukupi. Yang sangat beracun adalah dalam bentuk NH3.
·      Fluktuasi air yang ekstrim, dimana perubahan suhu air yang ekstrim akan merusak keseimbangan hormonoal dan fisiologis tubuh ikan dan pada umumnya ikan tidak mampu untuk beradaptasi terhadap perubahan dan mengakibatkan ikan stress bahkan kematian
·      Limbah pollutan, yang terdiri dari logam-logam berat cukup berbahaya bagi ikan karena sifat racunnya yaitu Hg, Cd, Cu, Zn, Ni, Pb, Cr, Al dan Co juga dapat menyebabkan penyakit bagi ikan. Sifat dari masing-masing logam berat tersebut dapat meningkat apabila komposisi ion-ion di dalam air terdiri dari jenis-jenis ion yang sinergik. Selain komposisi ion, nilai PH juga berpengaruh terhadap tingkat kelarutan ion-ion loga. Bila kadarnya tinggi menyebabkan ikan-ikan stress dan bila terus meningkat dapat menyebabkan kematian.

2.2.2.2
Penyakit Malnutrisi
Pemberian pakan yang berlebihan/kekurangan dan tidak teratur juga dapat menyebabkan penyakit pada ikan. Penyakit karena malnutrisi jarang menunjukkan gejala spesifik sehingga agak sulit didiagnosa penyebab utamanya. Tetapi dalam diet pakan dapat mengakibatkan kelainan fungsi morfologis dan biologis seperti defisiensi asam pantothenic penyakit jaring insang ikan yang dapat menyebabkan ikan sulit bernafas yang diikuti dengan kematian, defisiensi vitamin A yang
menyebabkan mata menonjol/buta dan terjadi pendarahan pada kulit juga ginjal, defisiensi vitamin B-1 yang menyebabkan kehilangan nafsu makan, pendarahan dan penyumbatan pembuluh darah, defisiensi asam lemak essensial yang berakibat infiltrasi lemak pada kulit dan minimnya pigmentasi pada tubuh ikan. Yang cukup berbahaya adalah karena defisiensi vitamin C yang merupakan penyakit yang umum terjadi dimana akibat yang paling populer adalah broken back syndrome seperti scoliosis dan lordosis

2.2.2.3. Penyakit Genetis
Salah satu penyebab penyakit yang kompleks pada kegiatan budidaya ikan air tawar karena adanya faktor genetik terutama karena adanya perkawinan satu keturunan (inbreeding). Pemijahan inbreeding yang dilakukan secara terus-menerus akan menurunkan kualitas ikan berupa variasi genetik dalam tubuh ikan. Akibat dari pemijahan secara inbreeding adalah :
1.          pertumbuhan ikan lambat (bantet/kontet) dan ukuran beragam
2.          lebih sensitif terhadap infeksi pathogen
3.          organ tubuh badan yang tidan sempurna serta kelainan lainnya.
Demikain secara garis besar penyakit-penyakit yang biasa menyerang dan dihadapi oleh pembudiaya ikan. Semoga informasi yang ringkas ini dapat bermanfaat khususnya bagi para pembudidaya ikan air tawar. Untuk informasi tentang cara pengendalian penyakit-penyakit tersebut akan ditampilkan dalam edisi selanjutnya.




3.      METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan waktu
Penelitian ini dilakukan pada Pada bulan Desember 2011 Pemeriksaan parasit dan jumlah leukosit pada sampel ikan lele dilakukan di Laboratorium Fisisologi Hewan Jurusan Biologi Fakultas matematikan dan IPA Universitas Negeri Semarang.

3.2. Jenis rancangan penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental dengan cara mengidentifikasi parasit pada ikan lele dan perhitungan jumlah leukosit.

3.3. Pengambilan sampel
Sampel ikan lele berumur kurang lebih 2-4 bulan diambil dari tempat pembudidayaan ikan lele di kolam terpal di Masjid Ulul Abab Universitas Negeri Semarang.  Sampel ikan diambil 5 ekor yang kemudian dibawa ke Laboratorium Fisisologi Hewani untuk dilakukan pemeriksaan.

3.4. Alat dan cara kerja
Penelitian meliputi identifikasi parasit pada ikan lele dan perhitungan jumlah leukosit yang dilakukan di Laboratorium Fisisologi Hewan Jurusan Biologi Fakultas matematikan dan IPA Universitas Negeri Semarang
Bahan dan alat yang digunakan sebagai berikut:
3.4.1.      Alat dan Bahan
3.4.1.1       Bahan

1.        Ikan lele
2.        Darah ikan lele
3.        Larutan Turk
4.        Larutan EDTA
5.        Kapas
6.        Klorofom
7.        Eosin

3.4.1.2       Alat

1.        Hematokrit
2.        Mikroskop
3.        Objek glass dan deck glass
4.        Pipet
5.        Alat bedah
6.         Kamera
7.        Hand Counter
8.        Bunsen
9.        Plat tetes



3.4.2.      Cara Kerja
3.4.2.1. Pengamatan dan Idenfikasi parasit
1.    Lendir dri kulit dan ingsan ikan lele diambil dan diletakan diatas objek glass.
2.    Menfiksasi diatas Bunsen.
3.    Meneteskan eosin diatasnya dan ditutup dengan deck glass.
4.    Mengamati di bawah miskroskop dengan perbesaran tinngi.
5.    Menganalisa jenis parasit yang ditemukan.

3.4.2.2. Perhitungan leukosit
1.      Mengambil darah lele dengan memotong pembuluh aterinya.
2.      Meneteskan di plat tetes yang telas berisi larutan EDTA.
3.      Mengisap darah dengan pipet darah sampai tanada 1
4.      Kemudian, mengisap larutan turk dengan pipet darah sampai tanda 11 (penegnceran 10x)
5.      Melepaskan pipet kater penghisap, meletakan diatas meja dalam posisi sejajar dan diguling-gulingkan.
6.      Membuang beberapa tetes cairan darah dengan menempelkan pada kertas tissue.
7.      Meneteskan larutan darah tersebut ke dalam kamar hitung Neubauer yang sudah ada kaca penutupnya.
8.      Mengamati di bawah mikroskop dan menghitung dengan handcounter.

Perhitungan leukosit menggunakan hemositometer Jumlah leukosit yang terhitung kemudiam dimasukan ke rumus Rumus hitung Leukosit:
Jumlah leukosit= L/64 x 160 x 10 (pengenceran) = 25L


4.      HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Hasil Pengamatan
4.1.1.      Pengamatan parasit
Tabel 4.1.1.Jenis Parasit yang Ditemukan pada Lele
Jenis Parasit
Terinfeksi
Trichodina sp
+
Dactylogyrus sp
+
Gyrodactylus sp.
+
Ichtyopthirius multifilis
+
Ichtyopthirius multifilis
Kulit terlihat bintik putih



Gambar 4.1. (A) ikan yang terinfeksi  Ichtyopthirius multifilis dimana gejalanya terdapat bintik putih, (B) gambar dalam mikroskop Ichtyopthirius multifilis, (C) gambar Ichtyopthirius multifilis,
(C)
Trichodina sp
(B)
(A)
 









(A)
(B)
Gambar 4.2. (A) gambar dalam mikroskop Trichodina sp, (B) gambar Trichodina sp,
Dactylogyrus sp
 






(B)
(C)
Insang bewarna keputihan (pucat) putih
 
(A)
(B)
Insang bewarna keputihan (pucat) putih
Gyrodactylus sp.  
Gambar 4.3. (A) ikan yang terinfeksi  Dactylogyrus sp dimana gejalanya ingsan bewarna pucat, (B) gambar dalam mikroskop Dactylogyrus sp, (C) gambar Dactylogyrus sp,
 







(A)
Gambar 4.4. (A) ikan yang terinfeksi  Gyrodactylus sp.  dimana gejalanya ingsan bewarna pucat, (B) gambar dalam mikroskop Gyrodactylus sp, (C) gambar Gyrodactylus sp.,
(C)
(B)







4.1.2.      Analisis jumlah Leukosit
Tabel 4.1.2.Parameter Leukosit  ikan lele  (Clarias sp)

Jumlah Leukosit
(x 103 sel/mm3)
Normal )*
20 – 150 *
Ikan Lele 1
476
Ikan Lele 2
511
Ikan Lele 3
487
Ikan Lele 4
502
* sumber: Bastwain, dkk. (2001)

4.2. Pembahasan
Jenis parasit yang ditemukan menginfeksi ikan lele yaitu Trichodina sp, Dactylogyrus sp, Gyrodactylus sp, dan Ichtyopthirius multifili.
Dari Hasil penelitian parasit Trichodina sp ditemukan menginfeksi sampel benih ikan lele pada bagian insang dan lendir, penyakitnya disebut Trichodiniasis. Trichodina sp adalah parasit yang menyerang hampir semua spesis ikan tawar, dan termasuk salah satu parasit yang kosmopolit karna ditemukan hampir diseluruh perairan, susanto (2000)Trichodina sp tubuhnya berbentuk datar seperti piring dengan dikelilingi rambut getar (marginal dan lateral cilia). Pada tubuh bagian bawah terdapat lingkaran tubuh bawah terdapat lingkaran pelekat (adhesive disk) untuk melekatkan dirinya ketubuh ikan atau benda-benda lainnya (Noga, 1995). Ikan yang terinfeksi mengalami iritasi pada kulit dan kerusakan pada kulit , produksi lendir berlebih, insang pucat, megap-megap sehingga ikan sering menggantung di permukaan air atau dipinggir kolam, nafsu makan menurun, gerakan ikan lemah, sirip ekor rusak dan berawarna kemerahan akibat pembuluh darah kapiler pada sirip pecah.
Pada Dactylogyrus sp sering menyerang pada bagian insang ikan air tawar, payau dan laut (Gusrina, 2008). Irawan (2004) mengemukakan bahwa ikan yang terserang Dactylogyrus sp biasanya akan menjadi kurus, berenang menyentak-nyentak, tutup insang tidak dapat menutupi dengan sempurna karena insangnya rusak, dan kulit ikan kelihatan tak bening lagi selanjutnya Gusrina, (2008), mengemukakan gejala infeksi Dactylogyrus sp pada ikan antara lain : pernafasan ikan meningkat, produksi lendir berlebih, Insang yang terserang berubah warnanya menjadi pucat dan keputih-putihan.
Dactylogyrus sp sering menyerang ikan di kolam yang kepadatannya tinggi dan ikan-ikan yang kurang makan lebih sering terserang parasit ini dibanding yang kecukupan pakan. Irawan (2004). Parasit cacing ini termasuk parasit yang perlu diperhatikan, karena secara nyata dapat merusak filament insang, dan relatif lebih sulit dikendalikan (Budi sugianti, 2005) dan penyakit ini sangat berbahaya karena biasanya menyerang ikan bersamaan dengan parasit lain (Irawan, 2004). Pada infeksi Gyrodactylus sp gejala yang dimbulkan hampir sama dengan infeksi oleh Dactylogyrus sp. Karena keduanya merupakan parasit yang menyerang ingsan ikan.
Infeksi oleh  lchthyophthirius multifiliis disebut lchthyophthiriasis. Penyakit ini sering disebut dengan penyakit bintik butih sesuai dengan gejala klinis yang ditimbulkannya. Gejala klinisnya mudah diamati yaitu dengan adanya bintik-bintik putih pada bagian tubuh yang terinfeksi. ikan yang terinfeksi menggosok-gosokkan tubuhnya pada dasar/dinding wadah budidaya. Ikan terlihat megap- megap terutama apabila parasit tersebut menginfeksi insang. Pada keadaan demikian biasanya kematian ikan akan tingggi, karena ikan mengalami gangguan penyerapan oksigen akibat dari terinfeksinya insang ikan tersebut.
Jumlah rata-rata leukosit ikan lele mencapai 2kali lipat di atas jumlah leukosit ikan lele normal, yaitu berkisar antara 470-520 x103 sel/mm3. Hal ini mengindikasikan bahwa ikan lele terkena serangan penyakit. Meningkatnya produksi jumlah sel darah putih ikan lele dumbo budidaya menunjukkan adanya respon perlawanan tubuh terhadap zat asing penyebab penyakit. Leukosit ikan lele terdiri dari monosit, limfosit, neutrofil, dan eosinofil. Menurut Bastiawan dkk (2001) monosit berfungsi sebagai fagosit terhadap benda-benda asing yang berperan sebagai agen penyakit. Limfosit berfungsi sebagai penghasil antibody untuk kekebalan tubuh dari gangguan penyakit. Neutrofil berperan dalam respon kekebalan terhadap serangan organisme pathogen Ibakteri) dan mempunyai sifat fagositik. Neutrofil dalam darah akan meningkat bila terjadi infeksi dan berperan sebagai pertahanan pertama dalam tubuh (Dellman dan Brown, 1989 dalam Bastiawan dkk., 2001). Eosinofil berperan dalam  antibody infeksi parasit.
Penyakit ikan biasanya timbul berkaitan dengan lemahnya kondisi ikan yang diakibatkan oleh beberapa faktor yaitu antara lain penanganan ikan, faktor pakan yang diberikan, dan keadaan lingkungan yang kurang mendukung. Pada padat penebaran  ikan yang tinggi jika faktor lingkungan  kurang menguntungkan misalnya kandungan zat asam dalam air  rendah, pakan yang diberikan kurang tepat baik jumlah maupun mutunya, penanganan ikan kurang sempurna, maka ikan akan  menderita stress. Dalam keadaan demikian ikan akan mudah terserang  oleh penyakit (Snieszko, 1973 ; Sarig, 1971).

5.      Kesimpulan
1.      Jenis parasit yang ditemukan menginfeksi ikan lele yaitu Trichodina sp, Dactylogyrus sp, Gyrodactylus sp, dan Ichtyopthirius multifili.
2.      Gejala yang ditumbulkan oleh Trichodina sp, terjadi kerusakan pada kulit , sirip dan disertai infeksi sekunder, produksi lendir berlebih. Pada Dactylogyrus sp dan  Gyrodactylus sp dejala yang ditumbulkan hampir sama pernafasan ikan meningkat, produksi lendir berlebih, Insang yang terserang berubah warnanya menjadi pucat dan keputih-putihan. Sedangkan pada Ichtyopthirius multifili. Gejala yang ditimbulkan yaitu bintik-bintik putih pada bagian
tubuh yang terinfeksi.
3.      Terjadi peningkatan jumlah leukosit pada ikan lele yang terinfeksi  parasit.



6.      Daftar Pustaka

Anonim. 2004. Penyakit pada Ikan. Diakses dari http://fishaquaculture.blogspot.com .Pada tanggal 14 Desember 2011

Anonim .2006. Lele. Diakses dari  http://id.wikipedia.org/wiki/Lele.html. pada tanggal 7 Desember 2011
Ade. 2008. Cara budidaya Ikan Lele. Diakses dari http://dexa77.blogspot.com/2008/03/cara-budidaya-ikan-lele.html. sPada Tanggal 7 Desember 2011
Afrianto dan Liviawaty. 1992. Pengendalian hama dan penyakit ikan.
Penerbit kanisius. Yogyakarta.
Bachtiar, Yusuf. 2006. Panduan Lengkap Budi Daya Lele Dumbo. Bogor : AgroMedia.
G.T.K, Agus. 2001. Lele. Jakarta : Agromedia
Bambang, C. 2000. Budidaya Ikan Air Tawar. Penerbit Kanisius (Anggota IKAPI). Yogyakarta
Hariyadi, A. 2006. Pemetaan Infestasi Cacing Parasit dan Resiko Zoonosis pada Ikan Laut di Perairan Indonesia Bagian Selatan. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Prihatman, Kemal. 2000. Budidaya Ikan Lele (Clarias). Diakses dari http://www.aagos.ristek.go.id/perikanan/air%20tawar/lele.pdf Pada tanggal 10 Desember 2011
Windi,riri 2011. Identifikasi Ektoparasit dan Endoparasit pada Ikan   diakses dari  http://budidaya-ikan-ririwindri.blogspot.com/2011/02/derajat-infeksi-ektoparasit-pada-benih.html. pada tanggal 14 Desember 2011

Zainun,Zakki. 2008. Tricodina. Diakses dari http://zakkizainun.blogspot.com/2008/08/trichodina-sp-1.html. padatanggal 14 Desember2011


.


7.      Lampiran
7.1 Uji Leukosit.

                       

Plat tetes                                 Larutan Turk                        Larutan EDTA
 
Hematrokrit                                     Apus darah                              kamar hitung Neubauer

7.2.        Ikan yang terinfeksi